Minggu, 21 Februari 2010

Tuhan berbicara ? Tuhan menjawab ? [Part 1]

Sekarang ini lagi ngetren sharing "Saya tanya pada Tuhan, apakah saya boleh ikut pergi dengan dia? lalu Tuhan menjawab, 'Jangan, kamu harus berbuat ini dan itu'". Atau juga, "Tuhan, saya suka sama orang itu? boleh ga saya pacaran dengan Dia". Lalu Tuhan menjawab, "jangan itu bukan kehendakKu, Aku sudah menyediakan yang lebih baik buat kamu. Karena orang yang kamu suka itu sebenarnya bla bla bla".  "Ketika saya sedih lalu saya berdoa dan berseru kepada Tuhan. Lalu saya mendengar Dia menjawab 'Jangan takut, Aku mencintai dan mengasihimu' "

Ketika mendengar cerita macam itu saya cuma berteriak dalam hati 'oh migotttttt' atau mungkin kalau lagi tega saya bisa tertawa terbahak-bahak sambil menutup mulut saya supaya tidak ketahuan ;p.

Entah istilah apa yang enak digunakan untuk menjelaskan ini? baiklah menggunakan istilah fenomena mendengar suara Tuhan. Mengapa saya bingung mau pakai istilah apa? sekilas info sejarah....spiritualitas/penghayatan Kristen macam seperti itu tidak pernah ada catatannya dari zaman perdana sampai abad 19. Baru pada abad 20 ngetren gaya Kristen semacam itu dari aliran yang mengatakan dirinya bersumber dari Roh Kudus yaitu pentakostal atau Karismatik. Memang cukup sensasional mengatakan ketika berdoa/ bernyanyi bisa terharu... merasakan jamahan Tuhan.... merasakan Tuhan berbicara dan mengklaim itu dari Roh Kudus sendiri. Hebatnya adalah fenomena seperti ini tidak pernah ada catatan teologi, tradisi maupun sejarah Gereja selama 20 abad.

Mari kita lanjutkan. Fenomena suara Tuhan ini memang bukan dialami orang gila. Tapi secara manusiawi memang ketika manusia bertanya dalam hatinya ia bisa 'mendengar' semacam jawaban atau panduan tertentu. Dalam filsafat manusia dikenal apa yang dinamakan suara hati / hati nurani. Peran hati nurani adalah:
- menuntun manusia untuk mencari tahu apa yang baik dan benar
- mendorong manusia untuk berbuat yang baik dan menolak melakukan apa yang dianggap jahat/ tidak benar
- menimbulkan perasaan bersalah ketika manusia berbuat apa yang dianggap jahat
- menimbulkan rasa damai, senang ketika berbuat apa yang dianggap baik

Hati nurani bersumber dari otak/ logika manusia. Manusia dari kecil dididik akan apa yang boleh dan tidak boleh, baik dan buruk, benar dan tidak benar. Maka ketika manusia menerima pengertian itu, hati nuraninya akan bertindak sesuai apa yang sudah diprogram. Ketika orang Kristen membaca Alkitab, atau buku rohani, maka ia akan menginstall nilai-nilai iman itu pada hati nuraninya.  Maka hati nuraninya sekarang akan bekerja dengan kebenaran yang baru. Apa yang diajarkan dalam kekristenan dianggap benar dan hati nuraninya akan condong ke sana.

Orang-orang ekstrim yang menganggap ia mendengar suara Tuhan sebenarnya hanya mendengar dari hati nuraninya. Oleh karena hati nuraninya sudah di-install oleh kekristenan maka isinya mengarah kepada hal-hal yang rohani. Karena ketika orang bertanya lalu jawabannya benar (sesuai imannya), maka ia merasa terharu karena dijawab Tuhan. Betapa menyedihkannya orang seperti ini.
Oleh karena itu adalah bodoh untuk menganggap suara hati = suara Tuhan/ suara Roh Kudus. Suara hati bisa salah...(apa yang kita pelajari akan kebenaran bisa salah), sedangkan Tuhan tidak bisa salah.

Alasan kedua yang membuat orang semacam ini bodoh adalah kenyataan bahwa ia begitu arogan untuk mendengar suara Tuhan. Seolah-olah kalau sudah menjadi anak Tuhan lalu dispesialkan. Sebelum mengenal Tuhan, ia tidak bisa mendengar suara Roh Kudus. Setelah menjadi anak Tuhan ia dispesialkan. Dapat bonus untuk mendengar langsung suara Tuhan dll. Orang seperti ini tidak sadar siapa dirinya dan Tuhan. Tuhan adalah pencipta dan mahakuasa, sedangkan ia tetaplah manusia biasa yang sangat jauh dan tak terhitung jauhnya bila dibandingkan dengan Pencipta yang Agung. Kitab Sucinya sendiri menegaskan hal ini:
"Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang YANG TAK TERHAMPIRI. Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia " (I Tim 6:16)

Allah yang memang menjadi dekat dengan manusia melalui inkarnasi, tidak merubah kodratNya sebagai yang TAK TERHAMPIRI. Begitu menggelikan jika manusia mengklaim bisa mendengar suaraNya langsung dalam percakapan sehari-hari. Sejarah kekristenan sendiri tidak pernah menorehkan catatan relasi dengan Tuhan yang gadungan (oops....) seperti ini.

Ketika orang sudah tercuci otak karena perasaannya dimainkan oleh khotbah atau lagu-lagu rohani, maka ia bisa menjadi seperti itu. Suara hati dianggap sebagai suara Tuhan. Kalau ia ingin disadarkan tentang hal ini maka dia akan melawan. Dia tidak rela jika pengalamannya selama ini yang indah, manis, mengharukan sebatas pengalaman manusiawi dari hati nuraninya. Tidak rela dong, pengalaman menyentuh seperti itu kan harus karena Tuhan sendiri berbicara. 

Oh saya sudah benar-benar bingung harus berkata apa. Emangnya kalau disadarkan, ditobatkan, tersentuh oleh karena hati nurani sendiri berarti tidak patut dihargai? tidak patut disadari? Hey sobat, hati nurani adalah anugerah indah yang diberikan Allah kepada setiap insan. Ketika kita mengalami peneguhan, sentuhan, pertolongan, tuntunan dari hati nurani, kita sepatutnya bersyukur. Ini semua diberikan Allah. Peran Allah adalah membantu manusia membentuk hati nuraninya supaya bisa berdaya guna. Peran Allah bukan secara langsung berbicara kepada manusia untuk ini ini dan itu itu.

Kemungkinan lain adalah ketika orang diberikan pengertian semacam ini, ia akan berkata: "aduh kasian orang yang menasihatiku ini, dia pasti tidak pernah merasakan jamahan atau sentuhan Tuhan secara langsung". Swt 12x dan menangis seember melihat orang macam itu. Inilah akibat pencucian otak. Akibatnya pengalaman/ perasaan lebih berbicara daripada fakta yang ada. Semoga Anda bukan orang semacam ini, kalau pun iya semoga bukan tipe orang yang ngeyel.

Oh ya selain suara Tuhan itu bisa berasal dari suara hati, ada kemungkinan lain juga yang menyebabkan orang bisa mendengar-dengar suara semacam itu. Hal ini dapat dibaca di pembahasan yang sama pada part 2. Namun intinya semuanya itu tetap berasal dari diri manusia sendiri. Begitu indah, luhur, tinggi, dan mulianya manusia karena diciptakan dengan potensi-potensi ini. Mari kita bersyukur kepada Tuhan.

Ketika kita mengetahui bahwa Tuhan mencintai dan selalu menyertai kita, maka hati nurani kita akan menginstallnya. Ketika kita sedih dan kesulitan, hati nurani mengingatkan kita akan kebenaran tersebut. Namun ingat, itu bukan Tuhan yang secara langsung berbicara.

Gratias agamus, Domine


Tidak ada komentar:

Posting Komentar